MAKALAH
USHUL FIQIH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah
Semester
Mata Kuliah
Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : H. M. Aji Nugroho,
Lc. M. Pd.I.

Disusun Oleh :
NAMA : Ma’rifatul Mustaniroh
NIM : 111-14-078
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
PEMBAHASAN
A.
Hukum Ber-KB
menurut Islam
1.
Pengertian KB
Untuk menjelaskan pengertian KB,
maka penulis mengemukakan dengan pengertian umum dan pengertian khusus, yakni :
a.
Pengertian Umum
Keluarga Berencana ialah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah
kelahiran sedemikian rupa, sehingga bagi ibu maupun bayinya, dan bagi ayah
serta keluarganya atau masyarakatnya yang bersangkutan, tidak akan menimbulkan
kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut.[1]
b.
Pengertian Khusus
Keluarga Berencana dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada pencegahan
konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan, atau pencegahan pertemuan antara
sel mani dari laki-laki dan sel telur dari perempuan sekitar persetubuhan.[2]
Dari
pengertian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa Keluarga Berencana adalah
istilah yang resmi digunakan di Indonesia terhadap usaha-usaha untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, dengan menerima dan mempraktekkan
gagasan keluarga kecil yang potensial dan bahagia.
2.
Dampak Positif dan Negatif dari KB
a.
Dampak Positif
1)
Perbaikan
kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulangkali dalam jangka
waktu yang terlalu pendek.
2)
Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang
dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak untuk
beristirahat dan menikmati waktu terluang serta melakukan kegiatan-kegiatan
lainnya.
b.
Dampak Negatif
3.
Pengaruh KB dari Segi Kesehatan
Pengaruh Keluarga Berencana dari sudut kesehatan
terutama terjadi akibat-akibat berikut ini terhadap reproduksi manusia: [3]
a.
Pencegahan dari kehamilan dan kelahiran yang tak
diinginkan, dan terjadinya kehamilan yang diinginkan yang dengan cara lain tak
mungkin terjadi.
b.
Perubahan dari jumlah anak yang
bisa dilahirkan seorang ibu.
c.
Variasi jarak waktu antara
kehamilan.
d.
Perubahan saat terjadinya
kelahiran terutama kelahiran yang pertama dan yang terakhir, sehubungan usia
orang tua terutama si ibu.
4. Macam-macam Alat Kontrasepsi
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat
kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah:
a. Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita
untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
b. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu
menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin
terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma
melalui canalis servikalis.
c. Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan
dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku.
Cara kerjanya sama dengan suntik.
d. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop(spiral) multi
load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya
ialah membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
e. Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan
saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar
prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada
wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari
sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
f. Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan
tiisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang
bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.
5. Manfaat dari KB
a. Manfaat untuk ibu
1) Mencegah kehamilan yang tidak di inginkan
2) Menjaga kesehatan ibu
3) Merencanakan kehamilan lebih terprogram
b. Manfaat untuk anak
1) Mengurangi risiko kematian bayi
2) Meningkatkan kesehatan bayi
3) Mencegah bayi kekurangan gizi
4) Tumbuh kembang bayi lebih terjamin
5) Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif dapat terpenuhi
6) Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal
c. Manfaat untuk keluarga
1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga
2) Harmonisasi keluarga lebih terjaga
3) Meningkatkan kebahagiaan keluarga
6. Tujuan Diadakannya Program KB
Gerakan KB dan
pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan
laju pertumbuhan penduduk (LLP)
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak
pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta
menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah
lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini
memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang
akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan
berkualitas.
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya
suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan,
pendidikan dan produktif dari segi ekonomi.
7. Analisa Hukum Islam
a. Al-qur’an
Keluarga berencana menjadi persoalan yang polemik
karena ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga berencana
dilarang tetapi ada juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga
berencana . Dalam al-qur’an dicantumkan beberapa ayat yang berkaitan dengan
keluarga berencana , diantaranya :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ
لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya: “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.(Qs.An-Nisa : 9 )
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.(Qs.Al-Qashash: 77)
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ
وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي
وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan
kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;
ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga
kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup
rumah tangga.
b. Hadis
Untuk memperjelas lagi , berikut ada hadist nabi:
إنك تدر ورثك
أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس
Artinya: “sesungguhnya
lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari
pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri
mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan
sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain (masyarakat).
Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya direncanakan dan amalkan
sampai berhasil.
c. Menurut Pandangan Ulama’
1. Ulama’ yang membolehkan
Diantara
ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh
Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti
progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu,
menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka mendasarkan
pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik”
2. Ulama’ yang melarang
Selain
ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah
Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu
termasuk membunuh keturunan.[4] Seperti firman Allah:
ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
Artinya: “Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan
memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
8. Cara KB diperbolehkan dan dilarang oleh islam
a. Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan
yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral,
kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak
membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl
yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
كنا نعزل على عهد وسول الله ص. م. فلم ينهها (رواه مسلم )
Artinya
: Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak
melarangnya.
b. Cara yang dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang
oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang
bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi,
tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan
pernikahan untuk menghasilakn keturunan.
9. Hasil Hukum Kajian
Para ulama
yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencana (KB) yang
dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau
usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena
situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga.
10. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Keluarga
berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang
kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir
disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang
dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi
masyarakat dan negaranya.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya
mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara (tidak permanen) dan
dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak
haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh
memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus
berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang
membahayakan (mudlarat) bagi kesehatan.
Alat/metode kontrasepsi yang tersedia saat ini telah memenuhi
kriteria-kriteria tersebut diatas, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa KB
secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan merupakan
salah satu bentuk implementasi semangat ajaran Islam dalam rangka mewujudkan
sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh, mawardah, sakinah
dan penuh rahmah. Selain itu, kebolehan (mubah) hukum ber-KB, dengan ketentuan-ketentuan
seperti dijelaskan diatas, sudah menjadi kesepakatan para ulama dalam
forum-forum ke Islaman, baik pada tingkat nasional maupun Internasional
(ijma’al-majami).
Hukum KB secara prinsipil dapat diterima
oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang
berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan
syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat
yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan
manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka
tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam
b. Saran
Dalam mewujudkan keluarga yang
sejahtera sesuai dengan syariat Islam maka penulis berharap pemerintah
tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat agar
melaksanakan program pemerintah karena dengan menggunakan alat kontrasepsi bukan
berarti menolak takdir dari Allah SWT tetapi dalam rangka meningkatkan ke
Imanan dan Ketaqwaan kepada Allah SWT.
B.
Hukum Membagi Warisan Sebelum
Meninggal
1. Pengertian Hukum Warisan
Warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu
baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada
keluarganya yang masih hidup.[5]
Hukum kewarisan ialah
seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup
yang ketentuan-ketentuan
tersebut berdasarkan pada wahyu Illahi
yang terdapat dalam Al-Qur'an dan penjelasannya yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW, dalam istilah arab disebut Faraid.[6]
2.
Sistem Kewarisan dalam Islam
Hazairin juga mengemukakan beberapa
hal baru yang merupakan ciri atau
spesifikasi sistem hukum kewarisan Islam menurut Al-Qur’an, yaitu sebagai
berikut :
a. Anak-anak si pewaris
bersama-sama dengan orang
tua si pewaris serentak
sebagai ahli waris. Sedangkan dalam sistem hukum
waris di luar Al-Qur’an
hal itu tidak mungkin sebab orang tua baru mungkin
menjadi ahli waris jika
pewaris meninggal dunia tanpa keturunan; mati punah.
b. Jika meninggal dunia
tanpa keturunan maka ada kemungkinan saudara-saudara pewaris bertindak bersama-sama sebagai ahli waris
dengan orang tuanya, setidak-tidaknya dengan ibunya. Prinsip
diatas maksudnya ialah jika
orang tua pewaris, dapat berkonkurensi dengan anak-anak pewaris,
apabila dengan saudara-saudaranya yang sederajat lebih
jauh dari anak-anaknya. Menurut sistem
hukum waris di luar Al-Qur’an hal tersebut tidak mungkin
sebab saudara pewaris tertutup haknya oleh orang tuanya.
c. Bahwa suami-isteri saling mewarisi; artinya,
pihak yang hidup
paling lama menjadi ahli
waris dari pihak lainnya.
3. Pola pewarisan sebelum pewaris meninggal dunia
Sebelum menjelaskan masalah
pembagian warisan sebelum meninggal, terlebih dahulu harus dibedakan antara
tiga jenis harta, yaitu :
a. Harta Pemberian (Hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara
cuma-cuma pada masa hidupnya. Baik diberikan kepada kerabat, keluarga, atau
kepada yang lain. Tanpa mengharapkan imbalan sesuatu apapun.[7]
b. Harta Warisan menurut pengertian ulama faroidh adalah harta yang
ditinggalkan oleh mayit. Baik barupa benda maupun hutang, atau berupa hak atas
harta, seperti hak usaha, maupun hak jinayah dan qishash. Jadi harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah
harta warisan, sehingga hukumnya berbeda dengan hukum harta warisan.
c. Harta Wasiat adalah harta yang diwasiatkan seseorang sebelum meninggal
dunia dan seseorang tersebut baru berhak menerimanya setelah yang memberi
wasiat meninggal dunia. Dalam keabsahan wasiat oleh semua ulama mazhab sepakat
hukumnua diperbolehkan oleh syariat islam. Wasiat juga dianggap sah jika
diucapaka atau diperbuat dalam keadaan sehat dan bebas dari sakit; ataupun
dalam keadaan sakit yang yang membawa pada kematian.
Jika seorang pewaris membagikan hartanya
sebelum meninggal dunia, maka harus dirinci terlebih dahulu:
1) Jika pembagian harta tersebut dilakukan dalam keadaan sehat wal afiyat, artinya
tidak dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematian, maka pembagian atau
pemberian tersebut disebut dinamakan Hibah (harta pemberian), bukan pembagian
harta warisan. Adapun hukumnya adalah boleh.
2) Adapun jika pembagiannya dilakukan
dalam keadaan sakit berat yang kemungkinan akan berakibat kematian, maka para
ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya: Mayoritas ulama berpendapat bahwa
hal tersebut bukanlah termasuk katagori hibah, tetapi sebagai wasiat, sehingga
harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a)Dia tidak
boleh berwasiat kepada ahli waris, seperti : anak, istri , saudara, karena
mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, sebagai yang tersebut dalam
hadist:
“Tidak ada wasiat untuk ahli waris “ ( HR
Ahmad dan Ashabu as-Sunan ). Tetapi dibolehkan berwasiat kepada kerabat yang
membutuhkan, maka dalam hal ini dia mendapatkan dua manfaat, yaitu : sebagai
bantuan bagi yang membutuhkan dan sebagai sarana silaturahim.
b) Pewaris boleh berwasiat kepada orang lain yang bukan kerabat dan keluarga
selama itu membawa maslahat.
c) Wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari seluruh harta yang
dimilikinya.
d) Wasiat ini berlaku ketika pemberi
wasiat sudah meninggal dunia.
Ada sebagian ulama yang menyatakan
kebolehan seseorang untuk membagikan hartanya kepada anak-anaknya atau ahli
warisnya dalam keadaan sakit, dan tetap disebut hibah, bukan wasiat. Maka jika
dia mengambil pendapat ini, maka dia harus memperhatikan ketentuan-ketentuan di
bawah ini :
a)
Pemberian
ini sifatnya mengikat, artinya harta yang dibagikan tersebut langsung menjadi
hak anak-anaknya atau ahli warisnya, tanpa menunggu kematian orang tuanya.
b)
Sebaiknya
dia membagikan sebagian saja hartanya, tidak semuanya. Adapun hartanya yang
tersisa dibiarkan saja hingga dia meninggal dunia dan berlaku baginya hukum
harta warisan.
c)
Semua ahli
waris harus mengetahui jatah masing-masing dari harta warisan menurut ketentuan
syari’ah, setelah itu dibolehkan bagi mereka untuk membagi harta pemberian
orang tua tersebut menurut kesepakatan bersama (tanpa ada unsur paksaan atau
pekewuh).
4. Hukum Kajian
Membagi
warisan sebelum meninggal dunia/masih hidup hukumnya boleh. Akan tetapi Seseorang yang membagikan hartanya sebelum
meninggal itu termasuk kedalam hibah, karena hibah itu sendiri dapat dilakukan
tanpa menunggu orang yang memberikan itu meninggal terlebih dulu. Benda ataupun
harta yang diberikan akan langsung perpindah hak kepada orang yang diberikan
pada saat itu juga. Namun apabila harta tersebut diberikan pada saat kondisi
dari pewaris sedang dalam kondisi sakit dan sudah dekat dengan kematian, maka
harta atau benda yang diberikan itu termasuk kedalam harta waris.
Didalam hibah itu sendiri harus adanya serah terima harta atau
benda yang akan diberikan, berbeda dengan harta warisan, dimana harta atau
benda tersebut akan berpindah tangan secara otomatis ketika pewaris sudah
meninggal sesuai dengan hak yang telah ditentukan oleh syarat ahli waris. Jadi
seseorang yang ingin memberikan hartanya sebagai harta waris sebelum meninggal
itu termasuk ke dalam jenis hibah, bukanlah termasuk kedalam jenish harta
warisan. Dan untuk anda yang ingin memberikan harta kepada anak ataupun saudara
anda sebelum anda meninggal, maka harta tersebut termasuk jenis hibah, dan itu
tetap sah saja dilakukan sesuai dengan syarat hibah yang telah ditentukan.
5. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Warisan adalah berpindahnya hak dan
kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun tanggungan dari orang yang
telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup.
Sistem Kewarisan dalam Islam
menurut Al-Qur’an adalah Anak-anak si pewaris bersama-sama dengan orang tua si pewaris
serentak sebagai ahli waris, Jika meninggal dunia tanpa keturunan maka ada kemungkinan saudara-saudara pewaris bertindak bersama-sama sebagai ahli waris
dengan orang tuanya, setidak-tidaknya dengan ibunya, Bahwa suami-isteri saling mewarisi; artinya,
pihak yang hidup
paling lama menjadi ahli
waris dari pihak lainnya.
Sebelum menjelaskan masalah
pembagian warisan sebelum meninggal, terlebih dahulu harus dibedakan antara
tiga jenis harta, yaitu : harta pemberian, harta warisan, harta wasiat. Dan
jika seorang pewaris telah meninggal maka harus ada penjelasan yang lebih rinci
mengenai harta yang harus dibagi.
b. Saran
Dari
penjelasan tersebut, penulis berharap untuk pembagian harta warisan seharusnya
dibagi setelah orang tersebut (pewaris) itu meninggal dunia. Dan sebelumnya
pewaris memberikan pesan-pesan tersebut kepada notaris yang kemudian si notaris
membicarakan kepada keluarga yang bersangkutan mengenai pembagian hasil.
Jika tidak
memakai notaris, setidaknya pihak keluarga / ahli waris bisa membaginya sendiri
dengan ketentuan yang ada di kitab faraidh (kitab yang membahas tentang harta
warisan.
C.
Hukum Memakan Anjing Laut
1.
Pengertian
Anjing laut
adalah binatang laut
yang rupanya seperti anjing yang hidup
di tempat yang sejuk dan di air.
Anjing laut umumnya
bertubuh licin dan cukup besar. Tubuhnya beradaptasi dengan baik
untuk habitat akuatiknya, di mana mereka menghabiskan sebagian besar masa
hidupnya. Sebagaitangan, kaki depannya berukuran besar dan berbentuk seperti
sirip, dan tubuhnya menyempit kebelakang.[8]
2.
Fungsi dan Tujuan
3.
Dasar Pembentukan Hukum
Setiap hewan yang hanya hidup di
laut maka termasuk shaydul bahr (buruan laut). Karena
tidak ada dalil yang mengecualikannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa buaya
dan ular air tidak boleh dimakan, namun tidak ada dalil khusus mengenai hal
ini.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam konteks umum:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ
Artinya : “dihalalkan
bagimu buruan laut dan makanan yang ada di laut” (QS. Al Maidah: 96)
Dan yang
dimaksud shaydul bahr (buruan laut) adalah hewan-hewan yang hanya
hidup di air. Adapun buaya, dia hidup di darat dan juga di air sehingga lebih
diunggulkan sisi pelarangannya. Adapun hewan yang hanya hidup di air maka halal
hukumnya tanpa pengecualian.
4.
Pandangan Ulama’ tentang Memakan
Anjing Laut
Menurut
beberapa pandangan ulama’, mengemukakan pendapatnya tentang memakan anjing
laut, yaitu sebagai berikut :
a.
Abu Hanifah Mengatakan bahwa tidak
halal makan binatang yang hidup di laut kecuali yang bentuknya seperti ikan.
b.
Ibnu Abi Laila, Mujahid, Auza’I,
sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah Mengatakan bahwa apa-apa yang bentuknya
mirip binatang darat yang halal, seperti sapi laut dan kuda laut, maka halal
untuk dimakan. Sedang yang bentuknya mirip dengan binatang darat yang haram
dimakan, seperti anjing laut, dan babi laut, maka haram untuk dimakan.
c.
Madzab Maliki, Syafi’I dan Hambali
Mengatakan bahwa seluruh binatang yang hanya hidup di laut dan tidak bisa hidup
di darat, maka halal untuk dimakan, walaupun kadang bentuknya menyerupai
binatang darat yang haram, seperti anjing laut dan babi laut.
Dalil-dalil
yang digunakan dari pendapat ketiga ini adalah sebagai berikut:
1)
Firman Allah QS. Al-Maidah:96,
yaitu :
احِلَّ لَكُمْ صَيْدُ
الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Artinya : “ Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang
dalam perjalanan” (Qs. al-Maidah : 96)
2)
Firman Allah QS. Al-Fathir ayat 12 :
وَمَا يَسْتَوِي
الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ
وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا
Artinya: ““Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan
yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan
daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu
memakainya” (Qs. Fathir : 12)
3)
Dalam sebuah hadist yang berbunyi :
عن أبي هُرَيْرَةَ أنه
يقول : سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ
مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ
الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ
الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Artinya : “Dari Abu
Hurairah bahwasanya ia berkata; “ Ada seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seraya berkata; "Wahai
Rasulullah, kami naik kapal dan hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu
dengannya maka kami akan kehausan, apakah boleh kami berwudhu dengan air
laut?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ia
(laut) adalah suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)
4)
Dalam sebuah hadist yang berbunyi :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا
مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا
الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
Artinya :“Dari Ibnu
Umar, dia berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Telah
dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah: dua bangkai maksudnya ikan dan
belalang, dua darah maksudnya hati dan limpa. “ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
5)
Bahwa
nama-nama binatang laut yang mereka sebut sebagai singa laut, anjing laut, ular
laut, babi laut dan lain-lainnya hanyalah sebutan saja, yang hakikatnya tidak
seperti binatang-binatang serupa yang hidup di darat. Sehingga tidak bisa
dihukumi seperti hukum binatang-binatang di darat hanya karena kebetulan
namanya sama.
5. Kajian Hukum
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa memakan anjing laut
hukumnya boleh. Dikarenakan anjing laut adalah hewan yang hidup dilaut.
Dan semua yang hidup di laut hukumnya boleh dimakan. Seperti anjing laut, babi
laut, dll.
6. Kesimpulan dan Saran
a.
Kesimpulan
Anjing laut
adalah binatang laut
yang rupanya seperti anjing yang hidup
di tempat yang sejuk dan di air.
Setiap hewan yang hanya hidup di
laut maka termasuk shaydul bahr (buruan laut). Karena
tidak ada dalil yang mengecualikannya. Para ulama
dalam hal ini berbeda pendapat. Seperti
Abu Hanifah dan madzhab Maliki, Syafi’I dan Hambali yang membolehkan memakan
hewan yang hidup di laut, seperti anjing laut. Namun Ibnu Abi
Laila, Mujahid, Auza’I, sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah Mengatakan
bahwa apa-apa yang bentuknya mirip binatang darat yang halal, seperti sapi laut
dan kuda laut, maka halal untuk dimakan. Sedang yang bentuknya mirip dengan
binatang darat yang haram dimakan, seperti anjing laut, dan babi laut,
maka haram untuk dimakan.
b.
Saran
Untuk memakan sesuatu yang halal, meskipun ada pendapat yang membolehkan
makan anjing laut, namun sebaiknya tidak memakannya, dikarenakan anjing laut
bertahan hidup di dua tempat.
D.
Hukum memakai Cadar
1.
Pengertian Cadar
Cadar adalah
Kain penutup muka atau sebagian wajah wanita, dimana hanya matanya saja yang
nampak, bahasa arabnya khidir atau tsiqab, sinonim
dengan burqu : marguk.
2.
Manfaat Memakai Cadar
Memakai manfaat memakai cadar yaitu :
a)
Menutupi
aurat.
Hal pertama dari manfaat bercadar ialah
menutupi aurat bagi wanita. Kita tela mengetahui tentang perintah Allah S.WT
untuk menutup aurat dan bercadar termasuk menutup aurat.
b)
Menghindari
berbagai macam fitnah.
c)
Terhindar
dari debu dan kotoran-kotoran.
d)
Memperkecil
bahaya dari polusi udara.
e)
Memberikan
perlindungan dari efek sinar matahari.
f)
Melindungi
wanita dari berbagai bentuk kejahatan dan godaan dari kaum adam.
g)
Dapat
membantu lelaki untuk menjaga pandangannya.
h)
Agar
tertutup kesempatan dalam perzinaan dan perselingkuhan.
i)
Agar
memuliakan seorang wanita dan lelaki tidak bisa menilai wanita dari bentuk
fisiknya saja.
j)
Mengurangi
kerusakan moral yang terjadi di masyarakat.
3.
Pendapat Ulama’ mengenai memakai Cadar
Pendapat-pendapat para ulama
madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa
pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4
madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk
memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa
penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi
penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.[9]
a.
Madzhab Hanafi
Pendapat
madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya
sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Asy
Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما
وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat
kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta
telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan
madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
Al Imam
Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ،
وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ،
ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat
kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak
tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama
wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di
hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa,
81)
Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة
كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل
يندب
“Aurat
wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka
sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya
atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ
من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر
إليها بشهوة
“Terlarang
bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki,
kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki
melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar,
3/188-189)
Al
Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال
مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para
ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan
wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan
menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
b.
Madzhab Maliki
Mazhab
Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar
hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan
fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah
aurat.
Az
Zarqaani berkata:
وعورة
الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها
. وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا
عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat
wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan
telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak
tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan
pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita
untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad.
Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh
Mukhtashar Khalil, 176)
Ibnul
Arabi berkata:
والمرأة
كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة
عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita
itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh
menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti
persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia
adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul
Qur’an, 3/1579)
Al
Qurthubi berkata:
قال
ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف
من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu
Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu
cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah,
hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh
baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
c.
Madzhab Syafi’i
Pendapat
madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah
seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan
lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
Asy
Syarwani berkata:
إن لها
ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين
. وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على
المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita
memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah
dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat
terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan
telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua
bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah
Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
d.
Madzhab Hambali
Imam
Ahmad bin Hambal berkata:
كل
شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat,
termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari,
penulis Raudhul
Murbi’, berkata:
وكل
الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في
الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى
الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap
bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya.
Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena
wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh
adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan
banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul
Murbi’, 140)
Ibnu
Muflih berkata:
قال
أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت
فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها
زرًا عند يدها
“Imam
Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan
perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘.
Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk
aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf
(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk
kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian
tangan’” (Al
Furu’, 601-602)
4.
Kajian Hukum
Dari penjelasan diatas dapat di jelaskan bahwa hukum memakai cadar itu boleh
. Jelaslah bahwa memakai cadar (dan
juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan
ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para
Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat
timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya
lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik.
Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar
(dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
a.
Sebelum turun ayat yang
memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah
menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut
dengan tabarruj.
Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Artinya: “Hendaknya kalian (wanita
muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj
sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS.
Al Ahzab: 33)
Sedangkan,
yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi
Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya
buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan
bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
b.
Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada
Rasulullah Shallalahu’alaihi
Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa
menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا
نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ
أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita
Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nuur: 31), mereka merobek selimut
mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan
bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka
sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat
tersebut.
Singkat
kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita.
Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada
diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita
muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar
itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri
arab.
[1]Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah : Berbagai Kasus yang
dihadapi “Hukum Islam” Masa kini, (Jakarta : Kalam Mulia, 2003) hlm.58-59.
[2]Muhammad
Syaltut, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam
antara Fakta dan Sejarah, (Yogyakarta
: Lesfi, 2003), hlm.168-169
[6]Idris Djakfar dan Taufik Yahya,
Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 3.
[7]Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,
(Jakarta: Lentera, 2008), hlm.535.